Hutan Uvutawi Surganya Burung Cenderawasih; Journalist Field Visit To lorenstz National Park (1)
Sunday, July 31, 2016
Edit
Para jurnalis saat melakukan peliputan di Hutan Uvutawi - SAPA ALLO |
SAPA (TIMIKA) – Perjalan hari pertama Tim Observsi Taman Nasional Lorentz yang terdiri dari USAID Lestari Jakarta, USAID Lestari Mimika, wartawan lokal dan nasional, KSDA Timika, Video Maker, BKSDA SKW II, Perwakilan Dinas Pehubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Mimika, dan Polisi Kehutanan pada Rabu (27/7) menelusuri Hutan Uvutawi, di Kampung Manasari, Distrik Mimika Timur Jauh, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Setelah beristirahat untuk makan siang di Rumah Dinas Kepala Distrik Manasari, Journalist Field Visit To lorenstz National Park yang berlangsung selama 4 hari sejak 27 – 30 Juli 2016, dihari pertama menelusuri Hutan Uvutawi yang penuh dengan Burung Cenderawasih.
Dalam penelusuran Hutan Uvutawi yang berada di belakang Kampung Manasari, yang masuk wilayah Taman Nasional Lorenzt, tim didampingi tetua Kampung Manasari Tobias Kowawe.
Secara mengantri dan beriringan tim observasi yang berjumlah 21 orang lebih ini, mulai melalui setapak, mengikuti setapak para pencinta alam sebelumnya yang melintasi hingga ke dalaman hutan balantara tersebut.
Hujan rintik serta beceknya jalan setapak, tidak menyurutkan niat semua tim untuk menggunakan waktu yang dinilai mepet, yakni mulai dari pukul 15.30 WIT, hingga mencapai tempat biasanya burung andalan ciri khas Tanah Papua yaitu, Burung Cenderawasih.
“Saya harap semua harus jalan berkelompok dan tidak terpisah pisah. Karena terdapat empat titik yang menjadi tempat berkumpulnya Cenderawasih, sehingga semua berjalan dengan tenang dan tidak boleh membuat ulah yang membuat sang burung primadona sembunyi atau kabur,” ungkap Tobias yang juga menjelaskan bahwa, burung unik nan cantik ini, biasa berkeliaran ketika matahari pagi sekitar pukul 08.10 WIT, dan mulai kembali ke pohon pada pukul 16.00 -18.00 WIT.
Dirinya pun menunjukan titik – titik dimana Cenderawasih berkumpul, yakni titik 1 berada di tengah hutan, titik 2 diarah kanan hutan, titik 3 di arah kiri hutan.
Ketua tim Riny Sulistyawati ini langsung menuju titik 1. Dari ketinggian dan kejauhan Cenderawasih ini mulai mengeluarkan suara khas dan berterbangan kesana kemari. Seolah-olah tidak ingin dirinya diketahui, lalu melintasi hutan yang di dominasi dengan pohon besar, tinggi dan berkualitas ini.
Menurut Tobias, biasanya burung ini memilih pohon yang tinggi untuk dijadikan tempat untuk bersarang tidur dan berkumpul. Belum ada satupun masyarakat atau tim observasi yang bisa menemukan tempat sang burung langka ini bertelur menetas dan membesarkan anaknya.
Tobias menambahkan bahwa, jika tidak berhasil memotret sang burung tersohor ini, Hutan Uvutawi juga dihuni oleh Burung Kakatua. Sehingga para pengunjung akan bisa dengan mudahnya melihat Burung Kakatua hitam dan putih.
Burung unik yang satu ini sangat pesat dan berkembang di hutan rimba ini, dan mudah ditemui di tengah belantara di pepohonan kayu besi dan pohon berkualitas lainnya.
Burung unik ini juga sering beterbangan hingga ke pinggiran kampung dan hinggap di pepohonan rendah.
“Di dalam hutan besar ini terlalu banyak keunikan yang dijumpai oleh para penjelajah, seperti kayu besi kura-kura punggung merah dan putih burung beo,” ujar Tobias.
Tobias juga menjelaskan habitat Kasuari dan Mambruk sangat pesat. Sehingga kedatangan tim observasi bisa menemukan keanekaragaman yang lain disalah satu Taman Nasional Lorenzt.
Dia juga menjelaskan bahwa, untuk menemukan kedua burung ini, pengunjung harus memilih bulan yang tepat, sehingga tidak menemui bulan ketika burung ini mengeram dan menetas karena Mambruk pun akan buas dan galak.
Sedangkan kayu besi, dia menjelaskan bahwa, kayu besi tidak bisa ditebang secara liar atau tidak melalui ijin, karena hutan ini sudah dilindungi oleh Taman Nasional Lorenzt.
“Sejak termasuk dalam wilayah Taman Lorenzt, Hutan Uvutawi ini sudah tidak bisa lagi ditebang sembarangan, kecuali untuk pembangunan masyarakat asli,”ungkap Tobias, sambil mengiringi rombongan pulang ke penginapan, yakni rumah Jabatan Kadistrik. (Cr1)
Setelah beristirahat untuk makan siang di Rumah Dinas Kepala Distrik Manasari, Journalist Field Visit To lorenstz National Park yang berlangsung selama 4 hari sejak 27 – 30 Juli 2016, dihari pertama menelusuri Hutan Uvutawi yang penuh dengan Burung Cenderawasih.
Dalam penelusuran Hutan Uvutawi yang berada di belakang Kampung Manasari, yang masuk wilayah Taman Nasional Lorenzt, tim didampingi tetua Kampung Manasari Tobias Kowawe.
Secara mengantri dan beriringan tim observasi yang berjumlah 21 orang lebih ini, mulai melalui setapak, mengikuti setapak para pencinta alam sebelumnya yang melintasi hingga ke dalaman hutan balantara tersebut.
Hujan rintik serta beceknya jalan setapak, tidak menyurutkan niat semua tim untuk menggunakan waktu yang dinilai mepet, yakni mulai dari pukul 15.30 WIT, hingga mencapai tempat biasanya burung andalan ciri khas Tanah Papua yaitu, Burung Cenderawasih.
“Saya harap semua harus jalan berkelompok dan tidak terpisah pisah. Karena terdapat empat titik yang menjadi tempat berkumpulnya Cenderawasih, sehingga semua berjalan dengan tenang dan tidak boleh membuat ulah yang membuat sang burung primadona sembunyi atau kabur,” ungkap Tobias yang juga menjelaskan bahwa, burung unik nan cantik ini, biasa berkeliaran ketika matahari pagi sekitar pukul 08.10 WIT, dan mulai kembali ke pohon pada pukul 16.00 -18.00 WIT.
Dirinya pun menunjukan titik – titik dimana Cenderawasih berkumpul, yakni titik 1 berada di tengah hutan, titik 2 diarah kanan hutan, titik 3 di arah kiri hutan.
Ketua tim Riny Sulistyawati ini langsung menuju titik 1. Dari ketinggian dan kejauhan Cenderawasih ini mulai mengeluarkan suara khas dan berterbangan kesana kemari. Seolah-olah tidak ingin dirinya diketahui, lalu melintasi hutan yang di dominasi dengan pohon besar, tinggi dan berkualitas ini.
Menurut Tobias, biasanya burung ini memilih pohon yang tinggi untuk dijadikan tempat untuk bersarang tidur dan berkumpul. Belum ada satupun masyarakat atau tim observasi yang bisa menemukan tempat sang burung langka ini bertelur menetas dan membesarkan anaknya.
Tobias menambahkan bahwa, jika tidak berhasil memotret sang burung tersohor ini, Hutan Uvutawi juga dihuni oleh Burung Kakatua. Sehingga para pengunjung akan bisa dengan mudahnya melihat Burung Kakatua hitam dan putih.
Burung unik yang satu ini sangat pesat dan berkembang di hutan rimba ini, dan mudah ditemui di tengah belantara di pepohonan kayu besi dan pohon berkualitas lainnya.
Burung unik ini juga sering beterbangan hingga ke pinggiran kampung dan hinggap di pepohonan rendah.
“Di dalam hutan besar ini terlalu banyak keunikan yang dijumpai oleh para penjelajah, seperti kayu besi kura-kura punggung merah dan putih burung beo,” ujar Tobias.
Tobias juga menjelaskan habitat Kasuari dan Mambruk sangat pesat. Sehingga kedatangan tim observasi bisa menemukan keanekaragaman yang lain disalah satu Taman Nasional Lorenzt.
Dia juga menjelaskan bahwa, untuk menemukan kedua burung ini, pengunjung harus memilih bulan yang tepat, sehingga tidak menemui bulan ketika burung ini mengeram dan menetas karena Mambruk pun akan buas dan galak.
Sedangkan kayu besi, dia menjelaskan bahwa, kayu besi tidak bisa ditebang secara liar atau tidak melalui ijin, karena hutan ini sudah dilindungi oleh Taman Nasional Lorenzt.
“Sejak termasuk dalam wilayah Taman Lorenzt, Hutan Uvutawi ini sudah tidak bisa lagi ditebang sembarangan, kecuali untuk pembangunan masyarakat asli,”ungkap Tobias, sambil mengiringi rombongan pulang ke penginapan, yakni rumah Jabatan Kadistrik. (Cr1)
Related Posts