Stephen Petranek Ajak Warga Bumi Mengungsi ke Planet Mars
Monday, April 1, 2019
Edit
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Stephen Petranek, wartawan Amerika berumur 69 tahun yang menulis buku berjudul: "How We’ll Live on Mars" mengatakan, sebagian dari manusia yang hidup kini nantinya akan tinggal di Mars, tapi kalau tidak, ia yakin anak-anak mereka pastilah akan terbang dan tinggal di planet Merah itu.
“Pasang sabuk pengaman kalian. Kita akan terbang ke planet Mars. Bukan hanya beberapa orang astronaut, tapi ribuan orang akan membuka koloni baru di Mars,” kata dia.
Dijelaskan, alasan banyak orang bertanya-tanya, mengapa kita harus pergi ke planet Mars.
“Sebuah asteroid besar yang menabrak bumi akan memusnahkan semua kehidupan di planet ini. Kalau manusia ingin terus bertahan sebagai spesies, kita harus berusaha mencari planet lain,” kata Petranek.
Tabrakan seperti itu pernah terjadi 65 juta tahun lalu dan memusnahkan semua dinosaurus dan banyak jenis kehidupan lain. Coba bayangkan, kata Petranek lagi, kalau hal itu terjadi lagi, semua pencapaian dan sukses yang diperoleh manusia selama ini akan hilang lenyap.
Tapi, katanya, ada alasan lain yang lebih penting untuk pergi ke Mars, yaitu manusia punya sifat untuk mencari dan menjelajah tempat-tempat baru.
“Dua juta tahun yang lalu, manusia muncul dari proses evolusi di Afrika, dan kemudian, secara perlahan tapi pasti menyebar ke seluruh dunia. Ini dilakukan karena nenek moyang kita itu berusaha mencari tempat-tempat baru yang lebih banyak sumber alamnya,” ujar Petranek.
Banyak kemajuan dalam bidang sains dan teknologi kita peroleh karena kita terus berusaha menjelajah kawasan baru dan mencari cara-cara hidup yang baru pula.
“Planet Mars besarnya kurang dari separuh ukuran bumi. Tapi walaupun begitu, seluruh permukaan Mars yang bisa kita kunjungi, sama luasnya dengan seluruh daratan yang ada di bumi.”
Atmosfir di planet Mars sangat tipis: seper-seratus dari atmosfir bumi, dan terdiri dari 96 persen gas karbon dioksida yang tidak bisa dipakai untuk bernapas. Suhunya juga sangat dingin. Suhu rata-rata minus 62 derajat Celsius.
Kendati kondisi di Mars tidak sama dengan di bumi, Mars adalah planet yang paling bisa ditinggali manusia di seluruh sistem tata surya kita, kata Petranek dalam diskusi TED Hour. Tapi masalahnya, Mars letaknya sangat jauh dari bumi.
“Mars jauhnya seribu kali dari jarak bumi ke bulan. Astronaut Apollo membutuhkan waktu tiga hari untuk terbang ke bulan, dan Mars jauhnya 250 juta mil dari bumi. Kita perlu terbang selama delapan bulan untuk mencapai planet itu.”
Amerika, Rusia, Eropa, Jepang dan China dan bahkan India, kata Petranek, telah meluncurkan 44 roket ke planet Mars, sebagian besar tidak mencapai tujuan atau jatuh ke permukaan planet itu. Hanya sepertiga dari seluruh pesawat antariksa itu yang berhasil tiba dengan baik. Jadi, kapan manusia pertama bisa mendarat di Mars?
“NASA mengatakan akan bisa mengirim manusia ke Mars tahun 2040. Tapi Elon Musk mengatakan kita akan bisa mendarat di Mars tahun 2025.”
Kata Petranek, masuk akal bahwa Elon Musk, orang yang berhasil merombak sistem teknologi mobil dengan mobil listrik Tesla, dan membangun perusahaan antariksa Space-X dalam waktu kurang dari 10 tahun, akan bisa mengirim manusia ke Mars tahun 2025. (VOA)
“Pasang sabuk pengaman kalian. Kita akan terbang ke planet Mars. Bukan hanya beberapa orang astronaut, tapi ribuan orang akan membuka koloni baru di Mars,” kata dia.
Dijelaskan, alasan banyak orang bertanya-tanya, mengapa kita harus pergi ke planet Mars.
“Sebuah asteroid besar yang menabrak bumi akan memusnahkan semua kehidupan di planet ini. Kalau manusia ingin terus bertahan sebagai spesies, kita harus berusaha mencari planet lain,” kata Petranek.
Tabrakan seperti itu pernah terjadi 65 juta tahun lalu dan memusnahkan semua dinosaurus dan banyak jenis kehidupan lain. Coba bayangkan, kata Petranek lagi, kalau hal itu terjadi lagi, semua pencapaian dan sukses yang diperoleh manusia selama ini akan hilang lenyap.
Tapi, katanya, ada alasan lain yang lebih penting untuk pergi ke Mars, yaitu manusia punya sifat untuk mencari dan menjelajah tempat-tempat baru.
“Dua juta tahun yang lalu, manusia muncul dari proses evolusi di Afrika, dan kemudian, secara perlahan tapi pasti menyebar ke seluruh dunia. Ini dilakukan karena nenek moyang kita itu berusaha mencari tempat-tempat baru yang lebih banyak sumber alamnya,” ujar Petranek.
Banyak kemajuan dalam bidang sains dan teknologi kita peroleh karena kita terus berusaha menjelajah kawasan baru dan mencari cara-cara hidup yang baru pula.
“Planet Mars besarnya kurang dari separuh ukuran bumi. Tapi walaupun begitu, seluruh permukaan Mars yang bisa kita kunjungi, sama luasnya dengan seluruh daratan yang ada di bumi.”
Atmosfir di planet Mars sangat tipis: seper-seratus dari atmosfir bumi, dan terdiri dari 96 persen gas karbon dioksida yang tidak bisa dipakai untuk bernapas. Suhunya juga sangat dingin. Suhu rata-rata minus 62 derajat Celsius.
Kendati kondisi di Mars tidak sama dengan di bumi, Mars adalah planet yang paling bisa ditinggali manusia di seluruh sistem tata surya kita, kata Petranek dalam diskusi TED Hour. Tapi masalahnya, Mars letaknya sangat jauh dari bumi.
“Mars jauhnya seribu kali dari jarak bumi ke bulan. Astronaut Apollo membutuhkan waktu tiga hari untuk terbang ke bulan, dan Mars jauhnya 250 juta mil dari bumi. Kita perlu terbang selama delapan bulan untuk mencapai planet itu.”
Amerika, Rusia, Eropa, Jepang dan China dan bahkan India, kata Petranek, telah meluncurkan 44 roket ke planet Mars, sebagian besar tidak mencapai tujuan atau jatuh ke permukaan planet itu. Hanya sepertiga dari seluruh pesawat antariksa itu yang berhasil tiba dengan baik. Jadi, kapan manusia pertama bisa mendarat di Mars?
“NASA mengatakan akan bisa mengirim manusia ke Mars tahun 2040. Tapi Elon Musk mengatakan kita akan bisa mendarat di Mars tahun 2025.”
Kata Petranek, masuk akal bahwa Elon Musk, orang yang berhasil merombak sistem teknologi mobil dengan mobil listrik Tesla, dan membangun perusahaan antariksa Space-X dalam waktu kurang dari 10 tahun, akan bisa mengirim manusia ke Mars tahun 2025. (VOA)
Related Posts