Gappindo Harapkan Kebijakan Menko Maritim Pro-Pengusaha
Friday, July 29, 2016
Edit
SAPA (JAKARTA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo mengutarakan harapannya agar kebijakan yang dikeluarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru, Luhut Pandjaitan, dapat bersifat pro-pengusaha.
"Pengusaha mengharapkan adanya kebijakan yang lebih pro-dunia usaha," kata Herwindo kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Menurut Herwindo, saat ini dalam sektor usaha perikanan dinilai banyak aturan-aturan yang melarang tetapi tanpa memberikan solusi.
Apalagi, ujar dia, Luhut juga sebelumnya adalah pengusaha sehingga juga lebih mengerti bagaimana memecahkan persoalan sektor usaha perikanan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menyatakan keberhasilan dalam mengatasi permasalahan reklamasi Teluk Jakarta merupakan acuan kinerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru.
"Reklamasi Teluk Jakarta menjadi acuan kinerja Menko Maritim," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (27/7).
Menurut Abdul Halim, berbagai bukti pelanggaran yang dilakukan harus ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum yang tegas.
Selanjutnya, ujar dia, langkah tersebut juga perlu disertai dengan upaya memulihkan ekosistem perairan Teluk Jakarta dan dipenuhinya hak-hak konstitusional masyarakat pesisir. "Hal ini menjadi pekerjaan rumah utama Menko Luhut (Pandjaitan)," ucapnya.
Kiara berpendapat, untuk melegitimasi proyek reklamasinya, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama selalu berlindung di balik alasan-alasan yang tidak prinsipil.
Padahal sejak awal, ujar Abdul Halim, Gubernur DKI yang akrab dipanggil Ahok itu mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 2338 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL).
"SK ini terbukti melanggar banyak aturan yang lebih tinggi di atasnya," kata Abdul Halim.
Sekjen Kiara mengingatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebutkan bahwa SK Gubernur 2238/2014 melanggar hukum antara lain karena tidak dijadikannya UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sebagaimana diwartakan, Istana Kepresidenan menganggap pergeseran posisi Luhut Binsar Panjaitan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman karena dianggap lebih mampu menangani persoalan di bidang kemaritiman.
Staf Khusus Presiden Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/7), mengatakan digesernya Luhut Panjaitan dari posisi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menjadi Menko Bidang Kemaritiman karena pertimbangan kemampuan.
"Karena Pak Luhut dianggap mampu, Pak Luhut kan sudah punya pengalaman yang cukup panjang dari sisi polhukam. Maritim itu kan juga membawahi KKP, KKP kan selama ini ada kaitannya dengan pengamanan laut," katanya. (ant)
"Pengusaha mengharapkan adanya kebijakan yang lebih pro-dunia usaha," kata Herwindo kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Menurut Herwindo, saat ini dalam sektor usaha perikanan dinilai banyak aturan-aturan yang melarang tetapi tanpa memberikan solusi.
Apalagi, ujar dia, Luhut juga sebelumnya adalah pengusaha sehingga juga lebih mengerti bagaimana memecahkan persoalan sektor usaha perikanan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menyatakan keberhasilan dalam mengatasi permasalahan reklamasi Teluk Jakarta merupakan acuan kinerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru.
"Reklamasi Teluk Jakarta menjadi acuan kinerja Menko Maritim," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (27/7).
Menurut Abdul Halim, berbagai bukti pelanggaran yang dilakukan harus ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum yang tegas.
Selanjutnya, ujar dia, langkah tersebut juga perlu disertai dengan upaya memulihkan ekosistem perairan Teluk Jakarta dan dipenuhinya hak-hak konstitusional masyarakat pesisir. "Hal ini menjadi pekerjaan rumah utama Menko Luhut (Pandjaitan)," ucapnya.
Kiara berpendapat, untuk melegitimasi proyek reklamasinya, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama selalu berlindung di balik alasan-alasan yang tidak prinsipil.
Padahal sejak awal, ujar Abdul Halim, Gubernur DKI yang akrab dipanggil Ahok itu mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 2338 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL).
"SK ini terbukti melanggar banyak aturan yang lebih tinggi di atasnya," kata Abdul Halim.
Sekjen Kiara mengingatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebutkan bahwa SK Gubernur 2238/2014 melanggar hukum antara lain karena tidak dijadikannya UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sebagaimana diwartakan, Istana Kepresidenan menganggap pergeseran posisi Luhut Binsar Panjaitan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman karena dianggap lebih mampu menangani persoalan di bidang kemaritiman.
Staf Khusus Presiden Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/7), mengatakan digesernya Luhut Panjaitan dari posisi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menjadi Menko Bidang Kemaritiman karena pertimbangan kemampuan.
"Karena Pak Luhut dianggap mampu, Pak Luhut kan sudah punya pengalaman yang cukup panjang dari sisi polhukam. Maritim itu kan juga membawahi KKP, KKP kan selama ini ada kaitannya dengan pengamanan laut," katanya. (ant)
Related Posts