570 Warga Mimika Mengungsi Ke Jayapura
Friday, July 29, 2016
Edit
SAPA (JAYAPURA) - Sebanyak 570 warga Kampung Ilale SP III, Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika mengungsi ke Kabupaten Jayapura akibat perang antar kelompok yang terjadi sejak pekan lalu di wilayah itu.
Jhony Wonda, salah satu tokoh masyarakat atau koordinator pengungsi ketika ditemui wartawan di Jayapura, Kamis (28/7) mengaku 570 warga yang mengungsi itu terdiri dari 250 kepala keluarga dengan 320 anak-anak.
“Kami berangkat dari Mimika secara bertahap, dari Selasa (26/7) dan hari ini dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia. Dan dalam akhir pekan ini akan ada lagi yang tiba di Jayapura,” katanya.
Menurut dia, ratusan pengungsi itu merupakan warga jemaat GIDI dari lima gereja yang ada di Kwamki Narama, Kabupaten Mimika yang ingin menghindar dari pertikaian antar kelompok dengan tujuan ke Jayapura.
“Kami berangkat ke Jayapura dengan menggunakan biaya sendiri, tanpa ada bantuan pemerintah. Kami juga butuh perhatian dari pemerintah daerah sini dan pemangku kepentingan terkait nasib kami,” katanya.
Ratusan warga atau pengungsi dari Kwamki Narama itu kini ditampung di lapangan asrama Toli, Palomo, Sentani, Kabupaten Jayapura dengan mendirikan tenda darurat.
Secara terpisah, Dandim 1710 Mimika Letkol Inf Windarto beserta Forkompimda dan perwakilan tokoh masyarakat yang bertikai menggelar pertemuan kembali guna mencari solusi penyelesaian masalah.
“Pertemuan itu dilaksanakan di Hotel Rimba Papua, Timika, pada Rabu (27/7) untuk melanjutkan rangkaian upaya perdamaian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan bahasan upaya perdamaian dengan pihak kubu dibawah pimpinan Atimus Komangal secara adat,” kata Windarto lewat telepon seluler.
Konflik di Kwamki Narama, kata dia, perlu mendapatkan perhatian serius karena sudah menjurus kepada konflik yang lebih besar. Untuk itu, guna mengantisipasi hal tersebut, Kodim 1710 Mimika terus mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalur perdamaian.
“Harapan kami kejadian itu dapat segera dicarikan jalan keluar yang terbaik sehingga kedepan tidak akan terulang kejadian yang sama,” katanya.
Dalam pertemuan yang dihadiri Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Watterpauw dan Danrem 174/ATW Kolonel Inf Asep Setiawan, menghasilkan sejumlah kesepakatan diantaranya, tiga korban atau jenazah dari Kampung Tunas Matoa Iliale yang meninggal saat penyerangan pada 25 Juli 2016 akan dikremasi (dibakar) pada 28 Juli 2016, sambil menunggu kedatangan saudara Atimus Komangal.
Lalu, kesepakatan berikutnya adalah Kapolda Papua memberikan batas waktu penyelesaian kasus pertikaian hingga 28 Juli 2016, jika tidak ada maka aparat Kepolisian akan bertindak sesuai hukum.
“Untuk keputusan ketiga, Bupati Kabupaten Puncak siap menanggung biaya kepala korban dari Suku Dani dan memberikan bantuan sebesar Rp150 juta kepada kelompok Atimus Komangal, Hosea Ongomang dan Eska Kogoya. Dan pertemuan masih akan dilakukan untuk mencari titik temu dan kesepakatan bersama sehingga pertikaian dapat diselesaikan dengan cepat,” katanya. (Ant)
Jhony Wonda, salah satu tokoh masyarakat atau koordinator pengungsi ketika ditemui wartawan di Jayapura, Kamis (28/7) mengaku 570 warga yang mengungsi itu terdiri dari 250 kepala keluarga dengan 320 anak-anak.
“Kami berangkat dari Mimika secara bertahap, dari Selasa (26/7) dan hari ini dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia. Dan dalam akhir pekan ini akan ada lagi yang tiba di Jayapura,” katanya.
Menurut dia, ratusan pengungsi itu merupakan warga jemaat GIDI dari lima gereja yang ada di Kwamki Narama, Kabupaten Mimika yang ingin menghindar dari pertikaian antar kelompok dengan tujuan ke Jayapura.
“Kami berangkat ke Jayapura dengan menggunakan biaya sendiri, tanpa ada bantuan pemerintah. Kami juga butuh perhatian dari pemerintah daerah sini dan pemangku kepentingan terkait nasib kami,” katanya.
Ratusan warga atau pengungsi dari Kwamki Narama itu kini ditampung di lapangan asrama Toli, Palomo, Sentani, Kabupaten Jayapura dengan mendirikan tenda darurat.
Secara terpisah, Dandim 1710 Mimika Letkol Inf Windarto beserta Forkompimda dan perwakilan tokoh masyarakat yang bertikai menggelar pertemuan kembali guna mencari solusi penyelesaian masalah.
“Pertemuan itu dilaksanakan di Hotel Rimba Papua, Timika, pada Rabu (27/7) untuk melanjutkan rangkaian upaya perdamaian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan bahasan upaya perdamaian dengan pihak kubu dibawah pimpinan Atimus Komangal secara adat,” kata Windarto lewat telepon seluler.
Konflik di Kwamki Narama, kata dia, perlu mendapatkan perhatian serius karena sudah menjurus kepada konflik yang lebih besar. Untuk itu, guna mengantisipasi hal tersebut, Kodim 1710 Mimika terus mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk menyelesaikan permasalahan melalui jalur perdamaian.
“Harapan kami kejadian itu dapat segera dicarikan jalan keluar yang terbaik sehingga kedepan tidak akan terulang kejadian yang sama,” katanya.
Dalam pertemuan yang dihadiri Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Watterpauw dan Danrem 174/ATW Kolonel Inf Asep Setiawan, menghasilkan sejumlah kesepakatan diantaranya, tiga korban atau jenazah dari Kampung Tunas Matoa Iliale yang meninggal saat penyerangan pada 25 Juli 2016 akan dikremasi (dibakar) pada 28 Juli 2016, sambil menunggu kedatangan saudara Atimus Komangal.
Lalu, kesepakatan berikutnya adalah Kapolda Papua memberikan batas waktu penyelesaian kasus pertikaian hingga 28 Juli 2016, jika tidak ada maka aparat Kepolisian akan bertindak sesuai hukum.
“Untuk keputusan ketiga, Bupati Kabupaten Puncak siap menanggung biaya kepala korban dari Suku Dani dan memberikan bantuan sebesar Rp150 juta kepada kelompok Atimus Komangal, Hosea Ongomang dan Eska Kogoya. Dan pertemuan masih akan dilakukan untuk mencari titik temu dan kesepakatan bersama sehingga pertikaian dapat diselesaikan dengan cepat,” katanya. (Ant)
Related Posts