Lemasko Tolak Pembangunan Kampung Percontohan
Tuesday, September 6, 2016
Edit
Staf Khusus Kepresidenan Lenis Kogoya saat mendatangi Kwamki Narama beberapa waktu lalu |
SAPA (TIMIKA) – Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) menolak Kampung Iwaka sebagai pembangunan kampung percontohan, bagi masyarakat korban konflik yang terjadi di Distrik Kwamki Narama dan Utikini beberapa waktu lalu. Demikian disampaikan Ketua Lemasko Robert Waropea kepada wartawan.
“ Kami menolak Iwaka dijadikan kampung percontohan. Ini karena, tidak adanya koordinasi antara staf khusus Kepresidenan Lenis Kogoya, S.Th, M.Hum dan beberapa instansi terkait dengan Lemasko. Yang notabene memiliki hak ulayat tanah tersebut,”kata Robert pada jumpa pers di Hotel Serayu, Selasa (6/9).
Kata dia, Iwaka merupakan hak ulayat dari Suku Kamoro. Sehingga hasil keputusan pada pertemuan tersebut dinyatakan sebelah pihak. Karena pada pertemuan tersebut tidak memanggil pihak Lemasko. Sehingga Lemasko menilai ini sangat mengganggu keberadaan masyarakat Kamoro.
“ Kami merasa tidak dihargai oleh pemerintah. Karena tidak ada koordinasi tentang rencana pembangunan 1000 perumahan yang dibangun di Iwaka,” ujar Robert Waorapea.
Ia menambahkan, dirinya akan setuju kalau Pemerintah Pusat dan Pemkab Mimika memulangkan masyarakat yang berkonflik ke daerah mereka masing-masing. Dan Pemerintah setempat yang bertanggung jawab atas masyarakatnya.
“Saya setuju apabila pemerintah harus mendeportasi masyarakat yang berkonflik untuk pulang ke kabuapten mereka masing-masing. Bukan membangunkan kampung percontohan,” tegasnya.
Sementara disinggung mengenai apa yang akan ditempuh pihak Lemasko dalam menyikapi permasalahan tersebut, Ketua Lemasko menegaskan bahwa, permasalahan tersebut akan ditempuh melalui jalur hukum. Karena ini merupakan perampasan tanah dan menyangkut dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga jalur hukum yang akan diambil Lemasko.
“Kami akan ambil jalur hukum, karena ini menyangkut dengan perampasan hak ulayat dan menyangkut dengan Hak Asasi Manusia,” pungkas Robert.
Sementara itu Wakil Ketua (Waket) III Lemasko, Marianus Maknaipeku menanggapi keputusan tersebut mengatakan bahwa, adanya kesepakatan bersama dan memilih Iwaka, sebagai kampung percontohan tanpa melibatkan pihak lembaga adat dinilainya salah. Dan pihak Lemasko menolak dengan keras pembangunan kampung percontohan bagi korban konflik Kwamki Narama.
“Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten sudah sepakat untuk membuat lahan percontohan di Iwaka. Kami Lemasko menolak keras ada upaya untuk masyarakat mau dipindahkan kesana,” tegasnya.
Lanjut Marianus, pihak Lemasko merasa kecewa kepada pemerintah yang tidak melibatkan pihak Lemasko sebagai tuan rumah. Dengan begitu, dirinya mengibaratkan sebuah rumah, ada tamu yang hendak tinggal dirumah tersebut, namun tidak meminta ijin. Karenanya pihaknya tidak mengijinkan pembangunan kampung percontohan.
“Pemerintah tidak pernah melibatkan Lemasko dalam bentuk apapun. Jadi kami dari pihak adat tidak berkenan untuk membangun di wilayah adat Kamoro, contoh saja kalau orang mau masuk rumah harus ketuk pintu, tapi ini tidak ada permisi jadi kami tidak ijinkan,” terangnya.
Di waktu bersamaan Gerry Okuare mengatakan, bahwa pihak Lemasko tidak menerima dengan kunjungan Staf Khusus Kepresidenan yang berkunjung ke Timika untuk menyelesaikan konflik Kwamki Narama. Namun tidak tidak melibatkan pihak Lemasko. Apalagi yang konflik itu bukan dari suku Kamoro.
“Kami tidak setuju dengan adanya staf ahli Presiden yang menyelesaikan konflik yang pertama kami tidak dilibatkan untuk penyelesaikan konflik dan itu salah alamat karena tidak melibatkan lembaga Amungme dan Kamoro,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, masyarakat yang berkonflik agar dipulangkan ke daerah masing-masing, agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan. Selain itu, apabila di bangun kampung percontohan di Distrik Iwaka, tidak akan menyudahi konflik. Karena masyarakat yang dipindahkan kesana merupakan korban konflik yang pasti mempunyai dendam.
Lanjut dia, dan akhirnya akan membuat masyarakat Kamoro di daerah tersebut semakin tersudutkan. Karena adanya perampasan lahan yang merupakan milik hal ulayat Kamoro.
“ Saya larang tidak boleh kasih lahan sebagai percontohan untuk korban konflik,” tegasnya. (Ricky Lodar)
Related Posts