Sekolah Seharian Perlu Dikaji dan Dipersiapkan Secara Matang
SAPA (DENPASAR) - Wakil Ketua DPRD Bali Dr. Nyoman Sugawa Korry menanggapi program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait soal konsep "full day school" atau sekolah seharian untuk di daerah perlu dikaji dan dipersiapkan secara matang.
"Konsep yang ditawarkan pak Menteri Muhadjir mengenai sekolah seharian perlu kajian yang mendalam, karena kondisi dan geografis di Indonesia sangat berbeda dibanding dengan negara sedang berkembang di dunia," katanya di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan jangankan di negara maju, di Indonesia masih sulit menerapkan untuk sekolah seharian. Mungkin kalau di kota-kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya bisa saja diterapkan sekolah seharian itu.
"Saya ambil contoh di Bali, atau di daerah pedesaan sangat sulit menerapkan sekolah seharian tersebut. Sebab anak-anak di sana sepulang sekolah juga mempunyai tanggung jawab orang tua, seperti membantu memelihara ternak," ujar politikus Partai Golkar itu.
Menurut dia, dengan penerapan konsep penyeragaman secara nasional untuk menerapkan sekolah seharian rasanya akan sulit. Sebab kondisi perekomonian masyarakat belum mampu setara dengan diperkotaan.
"Memang wacana sekolah seharian itu ada baiknya dalam upaya mengindari waktu luang anak-anak untuk bermain yang tidak perlu. Tapi untuk mendapatkan pendidikan sebenarnya tidak saja di sekolah, tapi juga di lingkungan masyarakat anak tersebut juga mendapatkan pembelajaran karakter," ucap mantan Ketua KNPI Bali ini.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta mengatakan memang belum melihat apakah konsep "full day school" itu secara keseluruhan. Namun jika konsep itu dilandasi oleh karena fakta bahwa orang tua yang terlalu sibuk, tidak punya waktu untuk anak-anak, maka itu terlalu digeneralisir.
"Situasi dan kondisi yang ada di Jakarta yang dijadikan acuan misalnya, tidak bisa itu dipakai di seluruh Indonesia, terutama Bali. Ini perlu kajian yang mendalam dan cermat. Dan untuk sementara belum bisa dipakai, termasuk di Bali," ujar politikus PDIP.
Menurut Parta, secara sederhana misalnya, anak perlu istirahat dalam sehari tersebut. Yang namanya istirahat berarti butuh tempat yang layak, semacam tempat tidur. Apakah ini memungkinkan di sekolah. Secara lebih teoritis dan konseptual, program atau wacana ini perlu dikaji secara mendalam.
"Karena menurut saya, tempat belajar itu bukan hanya di sekolah. Warga Songan di Kabupaten Bangli, dengan konsep alamnya, bisa belajar di mana saja. Orang Papua juga bisa belajar di hutan. Lingkungan, keluarga, masyarakat, merupakan tempat belajar juga. Dimana pun orang bisa belajar," ucapnya.
Menurut dia, tinggal bagaimana caranya diatur. Itulah yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya, keluarga yang satu dengan yang lainnya. sumber daya manusia (SDM) itulah yang menjadi perbedaannya.
Parta menilai, tidak ada jaminan bahwa yang selama seharian di sekolah itu orang menjadi lebih baik dibanding dengan apa yang sudah dilakukan selama ini.
Persoalan lain, kata dia, yang terjadi adalah bahwa infrastruktur, SDM guru dan biaya yang sampai saat ini belum siap. Seluruh sekolah di Indonesia secara infrastruktur tidak sama. Ada sekolah yang sangat minim infrastrukturnya sehingga untuk seharian di sekolah sangat tidak mungkin.
Selanjutnya, SDM guru juga belum siap. Kalau seharian di sekolah, seluruh guru harus mendapatkan pelatihan khusus. Karena tidak semua guru mampu melaksanakan tugas setelah proses belajar mengajar selesai. Kemampuan guru dan siswa juga terbatas. Bila seharian di sekolah, apakah guru itu dihitung sebagai lembur atau dihitung jam dinas seperti biasa. Kalau dihitung sebagai lembur maka para guru harus dibayar sebagaimana mestinya.
"Tinggal dihitung saja, berapa juta guru di Indonesia, dikalikan saja biayanya. Terus biayanya apakah menggunakan APBN atau APBD. Karena tidak semua pemda mampu membayar gaji guru karena minimnya APBD. Jadi, untuk sementara 'full day school' belum bisa dilakukan. Butuh waktu berapa lama lagi untuk menerapkan program itu," katanya. (ant)
"Konsep yang ditawarkan pak Menteri Muhadjir mengenai sekolah seharian perlu kajian yang mendalam, karena kondisi dan geografis di Indonesia sangat berbeda dibanding dengan negara sedang berkembang di dunia," katanya di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan jangankan di negara maju, di Indonesia masih sulit menerapkan untuk sekolah seharian. Mungkin kalau di kota-kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya bisa saja diterapkan sekolah seharian itu.
"Saya ambil contoh di Bali, atau di daerah pedesaan sangat sulit menerapkan sekolah seharian tersebut. Sebab anak-anak di sana sepulang sekolah juga mempunyai tanggung jawab orang tua, seperti membantu memelihara ternak," ujar politikus Partai Golkar itu.
Menurut dia, dengan penerapan konsep penyeragaman secara nasional untuk menerapkan sekolah seharian rasanya akan sulit. Sebab kondisi perekomonian masyarakat belum mampu setara dengan diperkotaan.
"Memang wacana sekolah seharian itu ada baiknya dalam upaya mengindari waktu luang anak-anak untuk bermain yang tidak perlu. Tapi untuk mendapatkan pendidikan sebenarnya tidak saja di sekolah, tapi juga di lingkungan masyarakat anak tersebut juga mendapatkan pembelajaran karakter," ucap mantan Ketua KNPI Bali ini.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta mengatakan memang belum melihat apakah konsep "full day school" itu secara keseluruhan. Namun jika konsep itu dilandasi oleh karena fakta bahwa orang tua yang terlalu sibuk, tidak punya waktu untuk anak-anak, maka itu terlalu digeneralisir.
"Situasi dan kondisi yang ada di Jakarta yang dijadikan acuan misalnya, tidak bisa itu dipakai di seluruh Indonesia, terutama Bali. Ini perlu kajian yang mendalam dan cermat. Dan untuk sementara belum bisa dipakai, termasuk di Bali," ujar politikus PDIP.
Menurut Parta, secara sederhana misalnya, anak perlu istirahat dalam sehari tersebut. Yang namanya istirahat berarti butuh tempat yang layak, semacam tempat tidur. Apakah ini memungkinkan di sekolah. Secara lebih teoritis dan konseptual, program atau wacana ini perlu dikaji secara mendalam.
"Karena menurut saya, tempat belajar itu bukan hanya di sekolah. Warga Songan di Kabupaten Bangli, dengan konsep alamnya, bisa belajar di mana saja. Orang Papua juga bisa belajar di hutan. Lingkungan, keluarga, masyarakat, merupakan tempat belajar juga. Dimana pun orang bisa belajar," ucapnya.
Menurut dia, tinggal bagaimana caranya diatur. Itulah yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya, keluarga yang satu dengan yang lainnya. sumber daya manusia (SDM) itulah yang menjadi perbedaannya.
Parta menilai, tidak ada jaminan bahwa yang selama seharian di sekolah itu orang menjadi lebih baik dibanding dengan apa yang sudah dilakukan selama ini.
Persoalan lain, kata dia, yang terjadi adalah bahwa infrastruktur, SDM guru dan biaya yang sampai saat ini belum siap. Seluruh sekolah di Indonesia secara infrastruktur tidak sama. Ada sekolah yang sangat minim infrastrukturnya sehingga untuk seharian di sekolah sangat tidak mungkin.
Selanjutnya, SDM guru juga belum siap. Kalau seharian di sekolah, seluruh guru harus mendapatkan pelatihan khusus. Karena tidak semua guru mampu melaksanakan tugas setelah proses belajar mengajar selesai. Kemampuan guru dan siswa juga terbatas. Bila seharian di sekolah, apakah guru itu dihitung sebagai lembur atau dihitung jam dinas seperti biasa. Kalau dihitung sebagai lembur maka para guru harus dibayar sebagaimana mestinya.
"Tinggal dihitung saja, berapa juta guru di Indonesia, dikalikan saja biayanya. Terus biayanya apakah menggunakan APBN atau APBD. Karena tidak semua pemda mampu membayar gaji guru karena minimnya APBD. Jadi, untuk sementara 'full day school' belum bisa dilakukan. Butuh waktu berapa lama lagi untuk menerapkan program itu," katanya. (ant)
0 Response to "Sekolah Seharian Perlu Dikaji dan Dipersiapkan Secara Matang"
Post a Comment