ALLO RAFRA : MIMIKA BELUM “MERDEKA”
SAPA (TIMIKA) – Memperingati Hari Kemerdekaan RI ke 71 tanggal 17 Agustus 2016, pertanyaan mendasar sebagai refleksi bagi para pemimpin di negara ini, mulai Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sampai tingkat kecamatan/distrik adalah apakah bangsa ini, termasuk Provinsi Papua, lebih khusus Kabupaten Mimika, sudah sungguh-sungguh menikmati hasil dari kemerdekaan tersebut?
Menanggapi pertanyaan ini, mantan Penjabat Bupati Mimika, Athanasius Allo Rafra menegaskan, bahwa sesungguhnya sejarah mencatat bahwa 71 tahun lalu Bangsa Indonesia, termasuk Papua sebagai bagian dari NKRI sudah merdeka dari penjajah atau kolonial Belanda dan Jepang. Tapi fakta hingga saat ini, pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, belum berhasil membuat rakyat “merdeka” dari berbagai belenggu hidup. Bangsa Indonesia masih hidup terjajah dari berbagai permasalahan hidup yang tidak tahu sampai kapan baru bisa terbebas.
“Lebih khusus bagi kita di Kabupaten Mimika ini, APBD tahun 2015 sekitar Rp 2,7 triliun, apa yang sudah dibangun dengan dana tersebut tidak jelas. Kemiskinan yang dialami masyarakat daerah ini, terlebih di kampung-kampung pedalaman masih ada. Jangankan bicara masyarakat yang tinggal jauh dari Kota Timika, masyarakat yang tinggal dalam kota ini dan sekitarnya masih banyak mengeluh. Salah satu keluhan yang akhir-akhir ini disuarakan masyarakat adalah masalah air hujan yang menggenangi pemukiman dan rumah warga. Sudah 71 tahun merdeka, masyarakat masih mengalami masalah-masalah sepele seperti ini, lalu apakah yang dibangun pemerintah di kabupaten ini?,” tanya Allo.
Kabupaten Mimika ini berganti pemimpin yang satu ke pemimpin yang lain, dengan didukung dana APBD yang lebih besar, tapi sepertinya tidak ada pembangunan sama sekali. Lalu dana APBD miliaran rupiah itu dikemanakan? “Kota ini saja tidak tertata dengan baik, selokan tersumbat di mana-mana, air meluap masuk ke rumah warga, pemerintah ada di mana? Siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini? Mestinya Pemkab melalui instansi terkait cepat tanggap mengatasi masalah ini. Jangan berdiam diri membuat masalah yang sama terus terjadi setiap kali hujan turun,” tegas Allo.
Tidak hanya itu, Allo yang juga mantan Sekda Mimika dan anggota DPRD Mimika ini mempertanyakan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Mimika yakni Mimika Aman, Damai dan Sejahtera. Apakah masyarakat Mimika ini sudah merasakan hidup yang aman di usia kemerdekaan RI ke 71? Jawabnya Tidak. Tidak hanya konflik antarsuku masih terus terjadi, tapi masalah pencurian, perkosaan, kekerasan, pemcambretan bahkan pembunuhan gelap masih menghantui kehidupan masyarakat Mimika setiap hari. Kalau masyarakat belum merasakan hidup aman, apakah masyarakat sudah hidup damai?
Di bidang pendidikan, banyak gedung sekolah tidak layak dipakai sebagai tempat belajar mengajar. Banyak sekolah di kampung-kampung yang tidak ada proses belajar mengajar karena gurunya ada di Kota Timika berbulan-bulan. Begitu juga banyak Puskesmas dan Pustu tidak ada pelayanan medisnya. Ini bentuk penjajahan baru dan menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk memerdekakan masyarakat dari penjajahan baru tersebut.
“Secara umum mayoritas masyarakat asli Papua termasuk di Kabupaten Mimika yang terkenal dengan hasil emas masih hidup miskin. Ini terjadi karena masyarakat asli Papua tidak mendapat pekerjaan. Kapan orang asli Papua bisa bekerja. Sementara tidak ada perhatian pemerintah terhadap masalah ini. Pemerintah tidak melihat ini orang asli Papua perlu mendapat kerja, perlu mendapat hidup yang layak. Ada aturan pemerintah yang mengatur, proyek pemerintah dengan nilai Rp 500 juta diserahkan kepada kontraktor-kontraktor asli Papua, pertanyaan sekarang dalam tahun 2015 dan 2016 ini berapa banyak kontraktor asli Papua yang mengerjakan proyek dengan nilai Rp 500 juta tersebut? Fakta yang terjadi ada pihak yang diam-diam mengatur proyek dan ketika pengusaha asli Papua bertanya, dijawab proyek sudah habis. Untuk diketahui ini juga salah satu bentuk penjajahan terhadap masyarakat asli Papua, lalu sampai kapan masyarakat asli Papua akan menikmati kemerdekaan bangsa ini, merdeka dari kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Allo.
Disisi lain, pemerintah tidak berusaha memberikan pendidikan dan pelatihan melalui BLK kepada orang asli Papua agar bisa bersaing dalam hal mendapat pekerjaan dengan warga pendatang dari luar Papua. “Kita lihat sendiri, proyek yang semestinya diberikan kepada pengusaha asli Papua jatuh ke warga pendatang. Kontraktor pendatang tersebut kemudian mendatangkan orang-orang dari daerah asalnya untuk mengerjakan proyek tersebut, pada hal proyek itu berupa penggalian untuk pasang kabel atau pipa air, atau pembangunan selokan. Apakah orang asli Papua tidak bisa mengerjakan hal tersebut? Kalau tidak bisa, dimana tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk memberdayakan dan menyejahterakan orang asli Papua sesuai amanat Undang-Undang tentang Otsus?,” tanya Allo.
Kota Timika sendiri, tegas Allo masih terlihat kotor di mana-mana, tidak ada penataan kota secara baik. Sampah masih berserakan di mana-mana, tidak hanya di jalan-jalan utama, tapi juga di selokan, parit dan kali-kali dalam kota ini. Kota Timika secara umum juga terlihat gelap gulita di malam hari. Banyak lampu jalan yang sudah tidak menyala. Banyak juga ruas jalan utama yang tidak ada lampu jalan, dan hanya mengandalkan penerangan dari rumah warga. Fakta ini bisa terlihat di Jalan Budi Utomo dan sepanjang Jalan Cendrawasih mulai dari depan Gereja Katedral Tiga Raja sampai pintu masuk Kuala Kencana.
“Sekali lagi bangsa ini sudah merdeka 71 tahun, tapi Kota Timika masih terlihat kotor di mana-mana. Kota Timika dan sekitarnya juga masih gelap gulita pada malam ahri, lalu pembangunan macam apa saja yang sudah dilakukan selama ini? APBD triliunan rupiah dari uang rakyat dipakai untuk kepentingan siapa? Rakyat belum merasakan hasil pembangunan yang dilakukan pemerintah,” ujar Allo.
Allo meminta pemerintah daerah ini, menggunakan momentum peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 71 tahun ini untuk kembali fokus mengelola pemerintahan agar berjalan sebagaimana mestinya, tercipta pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi dan pro rakyat. Pemerintah juga harus fokus melaksanakan pembangunan yang sesuai peraturan dan tepat sasaran, sehingga hasil pembangunan bisa dinikmati masyarakat.
“Tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah mengisi kemerdekaan dengan tata kelola pemerintahan yang bersih, bebas kolusi korupsi dan nepotisme, pemerintahan yang pro rakyat atau bekerja untuk kepentingan rakyat banyak, bukan pribadi, golongan atau kelompok tertentu. Selain itu pemerintah yang giat membangun sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga hasil dari pembangunan tersebut bisa memerdekakan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, sakit penyakit dan masalah hidup lainnya,” kata Allo. (yol)
Menanggapi pertanyaan ini, mantan Penjabat Bupati Mimika, Athanasius Allo Rafra menegaskan, bahwa sesungguhnya sejarah mencatat bahwa 71 tahun lalu Bangsa Indonesia, termasuk Papua sebagai bagian dari NKRI sudah merdeka dari penjajah atau kolonial Belanda dan Jepang. Tapi fakta hingga saat ini, pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, belum berhasil membuat rakyat “merdeka” dari berbagai belenggu hidup. Bangsa Indonesia masih hidup terjajah dari berbagai permasalahan hidup yang tidak tahu sampai kapan baru bisa terbebas.
“Lebih khusus bagi kita di Kabupaten Mimika ini, APBD tahun 2015 sekitar Rp 2,7 triliun, apa yang sudah dibangun dengan dana tersebut tidak jelas. Kemiskinan yang dialami masyarakat daerah ini, terlebih di kampung-kampung pedalaman masih ada. Jangankan bicara masyarakat yang tinggal jauh dari Kota Timika, masyarakat yang tinggal dalam kota ini dan sekitarnya masih banyak mengeluh. Salah satu keluhan yang akhir-akhir ini disuarakan masyarakat adalah masalah air hujan yang menggenangi pemukiman dan rumah warga. Sudah 71 tahun merdeka, masyarakat masih mengalami masalah-masalah sepele seperti ini, lalu apakah yang dibangun pemerintah di kabupaten ini?,” tanya Allo.
Kabupaten Mimika ini berganti pemimpin yang satu ke pemimpin yang lain, dengan didukung dana APBD yang lebih besar, tapi sepertinya tidak ada pembangunan sama sekali. Lalu dana APBD miliaran rupiah itu dikemanakan? “Kota ini saja tidak tertata dengan baik, selokan tersumbat di mana-mana, air meluap masuk ke rumah warga, pemerintah ada di mana? Siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini? Mestinya Pemkab melalui instansi terkait cepat tanggap mengatasi masalah ini. Jangan berdiam diri membuat masalah yang sama terus terjadi setiap kali hujan turun,” tegas Allo.
Tidak hanya itu, Allo yang juga mantan Sekda Mimika dan anggota DPRD Mimika ini mempertanyakan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Mimika yakni Mimika Aman, Damai dan Sejahtera. Apakah masyarakat Mimika ini sudah merasakan hidup yang aman di usia kemerdekaan RI ke 71? Jawabnya Tidak. Tidak hanya konflik antarsuku masih terus terjadi, tapi masalah pencurian, perkosaan, kekerasan, pemcambretan bahkan pembunuhan gelap masih menghantui kehidupan masyarakat Mimika setiap hari. Kalau masyarakat belum merasakan hidup aman, apakah masyarakat sudah hidup damai?
Di bidang pendidikan, banyak gedung sekolah tidak layak dipakai sebagai tempat belajar mengajar. Banyak sekolah di kampung-kampung yang tidak ada proses belajar mengajar karena gurunya ada di Kota Timika berbulan-bulan. Begitu juga banyak Puskesmas dan Pustu tidak ada pelayanan medisnya. Ini bentuk penjajahan baru dan menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk memerdekakan masyarakat dari penjajahan baru tersebut.
“Secara umum mayoritas masyarakat asli Papua termasuk di Kabupaten Mimika yang terkenal dengan hasil emas masih hidup miskin. Ini terjadi karena masyarakat asli Papua tidak mendapat pekerjaan. Kapan orang asli Papua bisa bekerja. Sementara tidak ada perhatian pemerintah terhadap masalah ini. Pemerintah tidak melihat ini orang asli Papua perlu mendapat kerja, perlu mendapat hidup yang layak. Ada aturan pemerintah yang mengatur, proyek pemerintah dengan nilai Rp 500 juta diserahkan kepada kontraktor-kontraktor asli Papua, pertanyaan sekarang dalam tahun 2015 dan 2016 ini berapa banyak kontraktor asli Papua yang mengerjakan proyek dengan nilai Rp 500 juta tersebut? Fakta yang terjadi ada pihak yang diam-diam mengatur proyek dan ketika pengusaha asli Papua bertanya, dijawab proyek sudah habis. Untuk diketahui ini juga salah satu bentuk penjajahan terhadap masyarakat asli Papua, lalu sampai kapan masyarakat asli Papua akan menikmati kemerdekaan bangsa ini, merdeka dari kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Allo.
Disisi lain, pemerintah tidak berusaha memberikan pendidikan dan pelatihan melalui BLK kepada orang asli Papua agar bisa bersaing dalam hal mendapat pekerjaan dengan warga pendatang dari luar Papua. “Kita lihat sendiri, proyek yang semestinya diberikan kepada pengusaha asli Papua jatuh ke warga pendatang. Kontraktor pendatang tersebut kemudian mendatangkan orang-orang dari daerah asalnya untuk mengerjakan proyek tersebut, pada hal proyek itu berupa penggalian untuk pasang kabel atau pipa air, atau pembangunan selokan. Apakah orang asli Papua tidak bisa mengerjakan hal tersebut? Kalau tidak bisa, dimana tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk memberdayakan dan menyejahterakan orang asli Papua sesuai amanat Undang-Undang tentang Otsus?,” tanya Allo.
Kota Timika sendiri, tegas Allo masih terlihat kotor di mana-mana, tidak ada penataan kota secara baik. Sampah masih berserakan di mana-mana, tidak hanya di jalan-jalan utama, tapi juga di selokan, parit dan kali-kali dalam kota ini. Kota Timika secara umum juga terlihat gelap gulita di malam hari. Banyak lampu jalan yang sudah tidak menyala. Banyak juga ruas jalan utama yang tidak ada lampu jalan, dan hanya mengandalkan penerangan dari rumah warga. Fakta ini bisa terlihat di Jalan Budi Utomo dan sepanjang Jalan Cendrawasih mulai dari depan Gereja Katedral Tiga Raja sampai pintu masuk Kuala Kencana.
“Sekali lagi bangsa ini sudah merdeka 71 tahun, tapi Kota Timika masih terlihat kotor di mana-mana. Kota Timika dan sekitarnya juga masih gelap gulita pada malam ahri, lalu pembangunan macam apa saja yang sudah dilakukan selama ini? APBD triliunan rupiah dari uang rakyat dipakai untuk kepentingan siapa? Rakyat belum merasakan hasil pembangunan yang dilakukan pemerintah,” ujar Allo.
Allo meminta pemerintah daerah ini, menggunakan momentum peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 71 tahun ini untuk kembali fokus mengelola pemerintahan agar berjalan sebagaimana mestinya, tercipta pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi dan pro rakyat. Pemerintah juga harus fokus melaksanakan pembangunan yang sesuai peraturan dan tepat sasaran, sehingga hasil pembangunan bisa dinikmati masyarakat.
“Tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah mengisi kemerdekaan dengan tata kelola pemerintahan yang bersih, bebas kolusi korupsi dan nepotisme, pemerintahan yang pro rakyat atau bekerja untuk kepentingan rakyat banyak, bukan pribadi, golongan atau kelompok tertentu. Selain itu pemerintah yang giat membangun sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga hasil dari pembangunan tersebut bisa memerdekakan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, sakit penyakit dan masalah hidup lainnya,” kata Allo. (yol)
0 Response to "ALLO RAFRA : MIMIKA BELUM “MERDEKA” "
Post a Comment